Majalengka | FaktaReformasi – Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Majalengka tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, diduga terjadi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 58 Tahun 2024, terkait tata cara pencetakan ijazah tingkat SMP.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sejumlah sekolah menengah pertama (SMP) di wilayah Majalengka diketahui mencetak ijazah melalui pihak ketiga. Hal ini memicu polemik karena Permendikbudristek 58/2024 secara tegas menyatakan bahwa pencetakan ijazah hanya boleh dilakukan oleh satuan pendidikan yang telah terakreditasi, bukan oleh pihak luar.
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Kabupaten Majalengka, Teja, membenarkan bahwa pencetakan dilakukan pihak ketiga. Ia berdalih, belum semua sekolah memiliki sarana dan prasarana seperti printer khusus yang memadai untuk pencetakan ijazah.
“Masalah logo berwarna itu bukan pada ijazah tapi transkrip nilai. Poto siswa boleh hitam putih atau warna. Kertas pun minimal 80 gram, kami memilih 200 gram demi kualitas. Kami tidak memungut biaya dari siswa,” kata Teja melalui pesan singkat kepada awak media.
Namun, pernyataan tersebut dinilai tidak sejalan dengan aturan yang berlaku. Permendikbudristek 58/2024 secara eksplisit melarang pihak ketiga mencetak ijazah, bahkan penegasan ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan dan pemalsuan ijazah serta menjamin validitas dokumen pendidikan.
Sebagai pembanding, di beberapa daerah lain seperti Kabupaten Tasikmalaya, Garut, dan Sumedang, pencetakan ijazah dilakukan mandiri oleh masing-masing sekolah, sesuai ketentuan yang berlaku.
Isi Pokok Permendikbudristek 58 Tahun 2024 antara lain:
Ijazah hanya boleh diterbitkan oleh satuan pendidikan yang telah terakreditasi.
Sekolah yang memenuhi syarat berhak mencetak ijazah secara mandiri, termasuk untuk ijazah elektronik.
Pihak ketiga tidak diperbolehkan terlibat dalam pencetakan atau penerbitan ijazah.
Sekolah dilarang memungut biaya dari siswa untuk penerbitan ijazah.
Dengan adanya dugaan pelanggaran ini, publik mendorong agar Kementerian Pendidikan segera mengevaluasi dan menindak tegas pelanggaran terhadap Permendikbudristek Nomor 58 Tahun 2024. Terlebih lagi, langkah ini penting agar peraturan tidak hanya menjadi simbol, melainkan dijalankan secara konsisten.
Desakan kepada Aparat Penegak Hukum
Aktivis pendidikan dan masyarakat juga mendesak agar Aparat Penegak Hukum (APH) di wilayah hukum Kabupaten Majalengka, seperti Polres Majalengka dan Kejari Majalengka, segera menelusuri dan mengusut dugaan pelanggaran aturan ini.
Jika terbukti adanya kelalaian atau kesengajaan dalam pelanggaran peraturan, maka perlu ada langkah hukum untuk memberikan efek jera dan menjaga integritas dunia pendidikan.
Gunawan