Bandung //faktareformasi.com– Peredaran obat keras tipe G seperti Tramadol, Eximer, Trihex, hingga Destro di Kota Bandung semakin meresahkan. Pasalnya, obat-obatan tersebut diduga dijual bebas tanpa resep dokter, sehingga banyak remaja maupun kalangan muda terjerumus dan mengalami kecanduan.
Modus penjualannya pun beragam, mulai dari kios kecil, toko kosmetik, hingga sistem transaksi COD (cash on delivery). Tim media menemukan salah satu kios di wilayah Perintis, Sarijadi, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung yang diduga kuat menjual obat keras jenis G secara ilegal pada Sabtu (18/10/2025).
Seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan,
“Iya pak, kios itu sudah lama buka dan memang menjual obat-obatan seperti itu. Banyak anak muda nongkrong dan beli di sana, bahkan ada juga orang dewasa,” ujarnya.
Dari penelusuran lebih lanjut, seorang narasumber menyebut adanya dugaan keterlibatan oknum aparat berinisial IND yang berperan sebagai koordinator lapangan kios tersebut.
Masyarakat berharap pihak Polsek Sukasari maupun Polrestabes Bandung segera mengambil langkah tegas guna memberantas peredaran obat keras ilegal ini demi menyelamatkan generasi muda dari bahaya narkotika dan obat terlarang.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bandung, H. Erwin (Kang Erwin), melalui unggahan di media sosial sempat menyerukan kepada warga agar aktif melaporkan apabila menemukan praktik premanisme, peredaran miras, maupun penjualan obat keras ilegal.
“Silakan laporkan langsung, bisa juga via WhatsApp, bila menemukan hal-hal seperti ini,” tegasnya.
Sebagai dasar hukum, peredaran obat keras tanpa izin diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam Pasal 197 disebutkan:
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.”
Red